![]() |
Teodorikus Hanpalam (Dosen Universitas PGRI Delta Sidoarjo dan Mahasiswa Akhir S3 Sejarah, Universitas Diponegoro, Semarang). (kanan). (Foto : dok/ist) |
SMSNEWS.id | Jakarta - Sosok Megawati Soekarno Putri, Presiden ke-5 Republik Indonesia tidak pernah lekang dari ingatan publik. Putri seorang Proklamator Bung Karno ini hidup dan melanglangbuana di berbagai zaman pasca Indonesia Merdeka.
Perempuan berdarah biru yang lahir pasca kemerdekaan itu telah melewati berbagai masa jaya dan kelam orde lama, orde baru dan pasca reformasi. Mega awalnya oleh Bung Karno tidak dihitung sebagai penerus kepemimpinan Bung Karno.
Namun keraguan Soekarno terbukti keliru, "time will tell", Megawati justeru menjadi primadona ketika Ia memutuskan berkiprah di politik.
Awal munculnya Megawati dalam panggung politik ketika pada masa orde baru tahun 1987 tak lepas dari peran Sabam Sirait ayahanda dari Maruarar Sirait yang menjadi Menterinya Prabowo saat ini.
Kala itu, menurut berbagai informasi, pada pertengahan 1980an Sabam merayu Megawati dan Suaminya Taufik Kemas untuk bergabung dengan PDI, rayuan Sabam kemudian membuat Megawati mengubah keputusannya dan bersedia bergabung dengan Partai Banteng itu.
Bakat Mega mulai terlihat ketika ia mampu mendongkrak suara PDI dengan mendapat 40 kursi di DPR RI, meningkat dari pemilu sebelumnya tahun 1982 PDI hanya meraih 24 kursi. Megawati yang kala itu juga ikut mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI akhirnya terpilih melanggeng ke Senayan.
Pencapain itu tidak lepas dari determinasi Mega yang mulai terlihat daya Magisnya Bung Karno.
Setelah suksesi pemilu 1987 selesai, Megawati tercatat didapuk menjadi Ketua DPC Jakarta Pusat. Inilah awal karier gemilang Mega dalam struktur PDI.
Tentu pada saat itu rezim orde baru sangat tidak senang dengan munculnya Mega, karena waktu itu, oleh rezim orde baru, Trah Bung Karno dianggap musuh dan mengancam kekuasaan. Penyebabnya tentu perseteruan antara Pak Harto dan Bung Karno, ayahanda Megawati.
Megawati kerap kali dalam tampilannya ke publik menceritakan masa lalu keluarganya saat diasingkan rezim orde baru karena dianggap sebagai ancaman saat itu.
Saat Mega mulai bersinar dan membawa PDIP memperoleh banyak kursi di Senayan, bukan hanya dianggap ancaman oleh baru namun juga oleh Ketua PDI waktu itu Soerjadi. Soerjadi ini dikenal sosok yang berkompromi dengan rezim orde baru berbeda dengan Mega Trah Bung Karno jelas-jelas menentang rezim yang dianggap totaliter.
Kekhawatiran Soerjadi ternya benar, ia merasa tersaingi dengan bersinarnya Megawati. Pada saat kongres PDI Medan tahun 1993 yang mengukuhkan posisi Ketua Umum PDI Soerjadi mendapat perlawanan dari Kubu Mega yang dianggap Kongres itu di infiltrasi oleh kekuasaan orde baru.
Kubu Mega pun menolak hasil kongres itu dan selang beberapa waktu PDI yang berseberangan dengan Soerjadi melaksanakan Kongres Luar biasa bertempat di Surabaya.
Megawati Menuju Tampuk Kekuasaan PDI
Kongres luar biasa di Surabaya pada Desember 1993 secara mengejutkan berhasil menjadikan Mega sebagai Ketua Umum dengan meraih dukungan 27 DPD PDI dan PDI terbelah menjadi dua kubu yaitu Kubu Mega dan Kubu Soerjadi. Disinilah kisah heroik dan kepahlawanan Mega dimulai, Surabaya yang dikenal sebagai Kota Pahlawan menjadi awal daya Magis Mega mengendalikan langkah PDIP saat ini.
Soerjadi yang dekat dengan rezim orde baru saat itu tidak menerima begitu saja hasil KLB Surabaya. Upaya melengserkan Mega pun dimulai oleh Soerjadi dan pendukung-pendukungnya yang dibantu oleh rezim orde baru yang tidak suka dengan Mega kala itu yang dikenal dengan Peristiwa Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli) 1996 yang merupakan suatu peristiwa kelam bagi PDI dan upaya lengserkan Mega dari Ketua Umum gagal.
Jatuhnya rezim Soeharto dan akibat inflasi serta berbagai masalah yang tidak bisa diatasi membuat berbagai kalangan termasuk mahasiswa turun ke jalan mendesak reformasi total dan meminta Soeharto melepaskan jabatannya sebagai Presiden yang berlangsung 32 tahun.
Momentum ini tentu secara politis menguntungkan Mega karena Ia kala itu dianggap "Mega Bintang" yang menentang rezim otoriter orde baru.
Megawati dengan insting politiknya kemudian mendirikan PDI Perjuangan dan bertarung di pemilu 1999. Langkah tersebut ternyata berhasil, PDIP besutan Megawati memperoleh 33,74 suara dan menjadi pemenang pemilu. Sementara PDI kubu Soerjadi tenggelam dengan hanya memperoleh 0,33 persen suara.
Megawati Presiden dan Pemilu Langsung 2004
Kiprah politik yang apik Megawati tidak hanya sampai pada partainya yang menang pemilu, pada tanggal 23 Juli 2001 Ia dilantik menjadi Presiden ke-5 RI pasca Gusdur dilengserkan melalui sidang istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais.
Pada masa kekuasaannya, Ia dikenal sebagai Presiden Penegak Konstitusi dan masa kepemimpinan dialah Indonesia masuk era baru demokrasi elektoral dengan pemilu langsung yang memungkinkan rakyat memilih langsung DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI dan juga pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Pada masa ini pula, kabarnya Prabowo yang diasingkan ke Yordania karena tuduhan pelanggaran HAM tahun 1998 dibantu Mega untuk membawanya pulang ke Indonesia melalui Dubes Indonesia di Singapura waktu itu dijabat Luhut Binsar Pandjaitan.
Pada pemilu Presiden berikutnya tepatnya tahun 2004 Megawati memutuskan ikut mencalonkan diri namun kemenangan berpihak pada bawahan Mega sendiri yaitu Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dari kabinetnya.
SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla itu menang diputaran kedua dan sah terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004. Kekalahan itu membuat Megawati beroposisi selama periode pertama pemerintahan SBY.
Selang 5 tahun kemudian Megawati kemudian mencalonkan diri lagi dengan menggandeng Prabowo sebagai wakilnya. Saat itu hubungan Mega Prabowo tampak hangat dan begitu dekat, kerap kali dalam panggung Politik Mega dan Prabowo terlihat cair dan berhubungan baik.
SBY yang kala itu menjadi petahana berhasil menang kembali, namun wakil Presidennya kala itu Ia menggandeng Boediono mantan Gubernur Bank Indonesia itu. Wakil Presiden petahana Jusuf Kalla mencalonkan diri sebagai Calon Presiden dengan Wiranto sebagai calon wakil Presiden. PDIP dan Megawati harus kembali menjadi oposisi pemerintah selama 10 tahun.
Jasa Mega terhadap Jokowi
Pada tahun 2014, saat kontestasi Pilpres kembali digelar, Megawati rupanya tidak lagi ingin mencalonkan diri kembali. Pada saat yang sama, Jokowi yang merupakan Gubernur DKI Jakarta mulai bersinar dan mendapat atensi khusus dari Megawati.
Jokowi saat itu merupakan Gubernur yang diusung oleh PDIP dan Gerindra. Ia berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kabarnya duet Jokowi dengan Ahok ini adalah duet yang dipasang dengan kompromi Prabowo dan Megawati, kala itu Jokowi kader PDIP dan Ahok kader Gerindra sehingga terpilih menjadi Gubernur DKI periode 2012-2017.
Hanya dua tahun pasca menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mendapat keberuntungan, dengan sikap legowo nya Mega saat itu, PDIP memutuskan untuk mencalonkan kader "lain" dari PDIP yaitu Jokowi.
Langkah politik Megawati tersebut terbukti jitu, kader "lain" PDIP itu kemudian menjadi Presiden hingga dua periode 2014-2024 sampai akhirnya dipecat dari PDIP.
Kisah jatuh bangunnya Mega dan PDI-nya dulu dan PDI Perjuangan sekarang kembali diuji sejarah setelah pada pilpres 2024 jagoan PDIP kalah secara mengejutkan.
Selanjutnya, mari kita tatap 2029, akankah daya Magisnya Mega kembali menjadi Mega Bintang? Menarik untuk ditunggu. Saya teringat suatu semboyan PDIP saat HUT-nya ke 51 dan Rakernas ke-5 pada Mei 2024 lalu, Satyameva Jayate (Kebenaran Pasti Menang).
Oleh: Teodorikus Hanpalam (Dosen Universitas PGRI Delta Sidoarjo dan Mahasiswa Akhir S3 Sejarah, Universitas Diponegoro, Semarang).