![]() |
Ilustrasi, Teodorikus Hanpalam (Dosen Universitas PGRI Delta Sidoarjo dan Mahasiswa Akhir S3 Sejarah, Universitas Diponegoro, Semarang) (bawah). (Foto : dok/ist) |
Oleh: Teodorikus Hanpalam (Dosen Universitas PGRI Delta Sidoarjo dan Mahasiswa Akhir S3 Sejarah, Universitas Diponegoro, Semarang).
SMSNEWS.id | Jakarta - Saat ini, Indonesia dalam situasi tidak baik-baik saja. Keroposnya fondasi kekuasaan Prabowo diakibatkan oleh bayang bayang dalang politik yang sedang membayangi kekuasaan rezim ini. Koalisi gemuk dan program yang berjalan tanpa tampak hasilnya dipandang sebagai kegagalan awal rezim Prabowo Gibran.
Pernyataan podium berapi-api Prabowo untuk mengentaskan kemiskinan ternyata hanya semangat saja tanpa langkah strategis. Bagaimana tidak, data Bank dunia per April 2025 ini, masyarakat Indonesia masih terjerat kemiskinan dengan persentasi 60,3 % atau setara 171,8 juta penduduk hidup dibawah angka kemiskinan.
Riak-riak dan kegaduhan yang muncul akhir-akhir ini bisa jadi upaya menutupi kondisi ini. Prabowo yang bertekad sejak awal menghapus kemiskinan rupanya gagal menggerakkan roda pemerintahanya untuk memecahkan kondisi ini.
Alih-alih mengurus masalah, rezim Prabowo masih sibuk dengan langkah politik siapa lawan siapa di 2029. Inilah kerentanan Prabowo, dimana ia kehilangan fokus untuk mengurus berbagai masalah di dalam pemerintahannya. Manuver para menteri untuk mempertahankan kekuasaannya menegasikan peran mereka sebagai pembantu Presiden dalam mewujudkan Asta Cita.
Prabowo tersandera, selain angka kemiskinan yang tinggi, kasus korupsi di BUMN sangat marak, misalnya saja di Pertamina Patra Niaga yang kerugian ditaksirkan mencapai hampir 1000 triliun. Gila kan. Ini hanya 1 BUMN dan lembaga, belum lagi lembaga yang lain.
Program Makan Siang Gratis yang gagal itu juga mengundang banyak polemik termasuk dari segi anggaran, pelaksanaan dan juga dari hasil yang dicapai di lapangan. Realita yang tidak sesuai yang diharapkan "Das Sollen Das Sein".
Masalah lain timbul yaitu kebebasan masyarakat sipil yang dianggap dibungkam seperti halnya keterlibatan Tentara dalam mengurus masalah di dalam negeri, pengesahan UU TNI banyak menimbulkan polemik, terbaru, Panglima TNI memerintahkan anggotanya untuk menjaga kejaksaan di seluruh Indonesia.
Ini langkah dan urgensi apa sebenarnya yang sedang terjadi. Kondisi Geopolitik juga sedang kacau, selain karena perang tarif antara Amerika dan Tiongkok serta pemberlakuan tarif resiprokal ke produk ekspor Indonesia sebanyak 37% menambah beban ekonomi Indonesia, belum lagi PHK massal yang dicatat oleh Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) sebesar 73 ribu lebih pekerja dalam negeri di PHK sejak awal tahun.
Inheren dengan tutupnya pabrik-pabrik dan hengkangnya pengusaha ke negara lain seperti Vietnam dan Thailand membuat rupiah juga terus melemah. Kelesuan ekonomi ini membuat masyarakat bertanya, sejauh mana kemampuan Prabowo mengatasi masalah kompleks ini yang sedang terjadi.
Alih-alih mengurus persoalan yang mengakar dan mendasar ini, Prabowo malah sibuk mengurus dan mengklarifikasi hubungan Pribadinya dengan Jokowi.
Jokowi yang ingin namanya terus dimunculkan untuk menjaga Kans anaknya Gibran di 2029 bagai gayung bersambut terus menggiring Prabowo untuk gagal mengurus internal kabinetnya.
Prabowo harus sepenuhnya sadar, Ia adalah Presiden sekarang. Prabowo harus bisa melepaskan diri dan fokus melaksanakan visi Asta Cita nya itu. Sebab waktu terus berjalan dan itu yang tidak bisa dibeli oleh kita.
Diamnya Megawati
Megawati sebagaimana wataknya yang dibaca publik adalah sosok politisi ulung yang bertangan dingin. Ia tidak banyak bergumam, tidak banyak bicara. Sejauh ini, langkah Mega tersebut merupakan langkah yang tepat, ini signal bahwa Megawati sedang tidak ingin mengganggu Prabowo karena memahami kompleksitas masalah yang harus ditangani oleh pemerintahannya. Sinyal ini rupanya tidak dibaca dengan baik oleh Prabowo.
Diamnya Mega dan PDIP sebenarnya menyiratkan dukungan terhadap stabilitas pemerintahannya Prabowo, namun dibaca lain oleh Prabowo dan malah ia berusaha mengurus hubungan Mega dengan Jokowi.
Perlu diketahui, hubungan Mega dan Jokowi tidak hanya masalah politik namun ini sudah menyentuh ke inti hati dari Mega dan PDIP karena pengkhianatan Jokowi. PDIP adalah Partai Ideologis dan Mega dan PDIP-nya sudah teruji oleh berbagai jaman. Sikap Mega dipandang berbagai pihak sebagai sikap politik yang tepat dalam lanskap Indonesia saat ini.
Ini harus dibaca Prabowo dengan sudut pandang Ideologi. Mega adalah putri Bung Karno pendiri Republik dan penggagas dasar negara Indonesia, jadi sangat tidak mungkin Megawati dalam diamnya beroposisi ingin melakukan destabilisasi keamanan. Tuduhan gerakan masyarakat sipil yang menolak RUU TNI dan demostrasi beberapa waktu lalu yang "didalangi" PDIP untuk mengacaukan kemanan negara sehingga TNI harus turun tangan sangatlah kerdil.
Megawati dan PDIP-nya dengan langkah saat ini tidak perlu dianggap ancaman oleh rezim Prabowo. Justeru rezim Prabowo harus fokus pada kuda troya yang sedang dalam kabinetnya. Mega tidak berbahaya namun yang berbahaya justeru orang di lingkaran Prabowo sendiri yang sedang berusaha mencari cara untuk "mencuri" mengambil keuntungan dari kondisi lemahnya leadership Prabowo yang kehilangan fokus itu. Pada akhirnya, mungkin dalam hati Mega, Wo, kita tidak harus berpikir sama, yang penting kita sama-sama berpikir untuk bangsa ini. Demikian.