Membangun Jurnalisme Kampus yang Kritis dan Tangguh: Menyelami Gagasan Ana Nadhya Abrar dalam “Pers Mahasiswa dan Permasalahan Operasionalisasinya” Membangun Jurnalisme Kampus yang Kritis dan Tangguh: Menyelami Gagasan Ana Nadhya Abrar dalam “Pers Mahasiswa dan Permasalahan Operasionalisasinya”

Membangun Jurnalisme Kampus yang Kritis dan Tangguh: Menyelami Gagasan Ana Nadhya Abrar dalam “Pers Mahasiswa dan Permasalahan Operasionalisasinya”

Buku “Pers Mahasiswa dan Permasalahan Operasionalisasinya” karya Ana Nadhya Abrar - Jonrius Sinurat. (Foto : dok/ist)

Buku karya Ana Nadhya Abrar membuka refleksi mendalam tentang peran, tantangan, dan harapan bagi eksistensi pers mahasiswa Indonesia.

Oleh: Jonrius Sinurat (Pers Mahasiswa Universitas Riau Kepulauan Batam)

SMSNEWS.id | Batam – Lebih dari tiga dekade sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 1992 oleh Liberty Yogyakarta, buku “Pers Mahasiswa dan Permasalahan Operasionalisasinya” karya Ana Nadhya Abrar masih relevan sebagai bacaan penting bagi pengelola media mahasiswa di Indonesia. Buku ini tidak hanya membahas teori jurnalisme kampus, tetapi juga menggali persoalan-persoalan mendasar dalam menjalankan organisasi pers mahasiswa — mulai dari idealisme, profesionalitas, hingga strategi pengembangan media yang bermutu.

Dalam prakata buku tersebut, Abrar mengutip pemikiran Saur Hutabarat yang menyebut bahwa mahasiswa yang aktif di pers kampus akan memperoleh tiga keuntungan penting:

“(1) terlatih bebas berpikir; (2) terlatih mengekspresikan pikiran dan sikap; dan (3) terlatih memiliki satu disiplin.”

Ketiga kelebihan ini, menurut Abrar, menunjukkan bahwa pers mahasiswa bukan hanya bermanfaat bagi pembacanya, tetapi juga bagi para pengelolanya sendiri.

Pers Mahasiswa sebagai Wahana Pembentukan Nalar dan Etika

Ana Nadhya Abrar menegaskan bahwa pers mahasiswa memiliki peran strategis dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan tanggung jawab sosial di kalangan mahasiswa. Ia menulis bahwa kegiatan jurnalistik di kampus tidak hanya mendidik mahasiswa menjadi penulis atau reporter, tetapi juga melatih mereka memahami dinamika sosial, politik, dan budaya di lingkungan akademik maupun masyarakat luas.

Abrar juga menyoroti pentingnya program pelatihan jurnalistik mahasiswa yang kala itu digagas oleh Depdikbud. Ia menilai kegiatan tersebut mampu meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam menulis, mengedit, dan mengelola media kampus secara profesional, meski jumlah pesertanya masih terbatas.

“Kita tentu yakin ia akan menambah jumlah mahasiswa yang memiliki keterampilan jurnalistik,” tulisnya optimistis.

Kekosongan Literatur dan Lahirnya Buku Ini

Penulisan buku ini, menurut Abrar, dilatarbelakangi oleh minimnya referensi tentang operasionalisasi pers mahasiswa di Indonesia.

“Sayangnya, sampai buku ini terbit, belum ada buku yang mengungkapkan permasalahan operasionalisasi pers mahasiswa,” ungkapnya dalam prakata.

Ia menulis buku ini dengan tujuan untuk mengisi kekosongan literatur sekaligus merangsang lahirnya generasi pengelola media mahasiswa yang tangguh dan berdaya kritis.

“Mudah-mudahan buku ini ikut merangsang munculnya pengelola pers mahasiswa yang tangguh,” tambahnya.

Abrar menjelaskan, buku ini merupakan hasil dari pengamatan dan pengalaman pribadinya dalam dunia jurnalistik kampus, yang ia rangkum dari tulisan-tulisannya di berbagai surat kabar dan makalah pelatihan jurnalistik mahasiswa antara tahun 1988 hingga awal 1992.

Isi dan Struktur Buku

Buku ini terdiri dari tiga bab utama.

• Bab I membahas realisasi cita-cita normatif pers mahasiswa — bagaimana idealisme dan prinsip-prinsip jurnalistik universal harus menjadi landasan kebijakan penerbitan media kampus.

• Bab II mengulas berbagai permasalahan operasionalisasi pers mahasiswa, mulai dari kendala internal pengelola, regulasi pemerintah, hingga tekanan pembaca atau pihak luar.

• Bab III menawarkan beragam terobosan dan strategi yang dapat dilakukan pengelola pers mahasiswa untuk meningkatkan mutu dan keberlanjutan media kampus.

Dengan pendekatan yang sistematis, Abrar tidak hanya menulis tentang teori, tetapi juga menyajikan refleksi praktis yang bisa menjadi panduan bagi generasi baru jurnalis kampus.

Dibangun dari Pengalaman dan Dedikasi

Dalam proses penulisannya, Abrar mengaku menyusun buku ini di sela-sela kesibukannya mengikuti program Canada Indonesia Preddeparture Program (CIPP) di World University Service of Canada (WUSC), Yogyakarta.

“Di WUSC saya belajar ‘writing’ yang diasuh oleh Kate Owens dan Ruth MacKenzie,” tulisnya.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, termasuk Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerbitan Yogyakarta, serta Badan Penerbit Pers Mahasiswa UGM yang banyak berbagi pengalaman nyata tentang problematika dunia pers kampus.

Buku ini diselesaikan pada 20 Februari 1992 di Minomartani, Yogyakarta, dengan doa dan harapan sederhana:

“Semoga penulisan buku ini menjadi dorongan yang kuat untuk ‘mengabdikan’ diri kepada usaha peningkatan intelektualitas mahasiswa. Amin,” tulis Abrar menutup prakata.

Makna dan Relevansi Bagi Pers Mahasiswa Masa Kini

Lebih dari tiga puluh tahun setelah diterbitkan, gagasan Ana Nadhya Abrar tetap terasa hidup di tengah tantangan baru dunia pers mahasiswa: disrupsi digital, tekanan ekonomi media, hingga krisis idealisme. Buku ini menjadi pengingat bahwa jurnalisme kampus bukan sekadar wadah publikasi, tetapi arena pembelajaran sosial dan intelektual bagi mahasiswa.

Bagi media kampus saat ini, pesan Ana Nadhya Abrar seolah menjadi panggilan ulang:

“Pers mahasiswa harus menjadi tempat latihan berpikir bebas, berekspresi kritis, dan berdisiplin dalam memperjuangkan kebenaran.”

Sumber:

Buku Pers Mahasiswa dan Permasalahan Operasionalisasinya

Penulis: Ana Nadhya Abrar

Penerbit: Liberty, Yogyakarta, Edisi Pertama, Cetakan Pertama (1992).

ISBN: 979-499-086-8

Bersambung...

Lebih baru Lebih lama