![]() |
| Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap. (kiri). (Foto : dok/Tl/ist) |
SMSNEWS.id | Jakarta — Program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) dan subsidi pupuk semestinya menjadi wujud kepedulian negara terhadap rakyat kecil. Namun bagi Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap, kebijakan tersebut justru menggambarkan paradoks: niat baik yang kehilangan arah.
Dalam siaran pers harian Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025, Rabu (5/11/25), yang disiarkan melalui kanal YouTube KOMSOS KWI, Mgr. Kornelius menilai bahwa banyak program kesejahteraan publik di Indonesia berakhir menjadi lahan baru bagi korupsi dan pembengkakan birokrasi.
“Program seperti MBG dan subsidi pupuk memperlihatkan niat baik yang berujung pada masalah baru — korupsi, birokrasi gemuk, dan minimnya pemerataan manfaat bagi rakyat kecil,” ujarnya tegas.
Ia menyebut fenomena ini sebagai ketimpangan moral dalam kebijakan publik. Niat mensejahterakan rakyat seringkali berhenti pada tataran administratif, tanpa menyentuh akar persoalan kemiskinan dan ketidakadilan sosial.
“Ekonomi Indonesia menunjukkan wajah ganda. Di satu sisi pertumbuhan tinggi, di sisi lain ketimpangan dan korupsi kian parah,” katanya.
Ekonomi yang Kehilangan Jiwa
Dalam pandangan Gereja, lanjutnya, ekonomi sejati adalah ekonomi yang menyejahterakan semua, bukan yang memperkaya segelintir. Sinodalitas — semangat berjalan bersama dan mendengar yang kecil — seharusnya menjadi roh bagi arah pembangunan ekonomi bangsa.
“Yang seperti ini bertentangan dengan semangat sinodalitas. Ekonomi kita makin kapitalis, kehilangan wajah kemanusiaan,” tandasnya.
Mgr. Kornelius menegaskan, Gereja tak hanya berkhotbah di ruang rohani, tapi juga dipanggil untuk menjadi suara profetik di tengah realitas ekonomi yang timpang. Gereja, katanya, sudah lama menghidupi ekonomi yang berakar pada solidaritas, seperti koperasi dan kredit union.
“Ekonomi solidaritas itu nyata. Orang yang memiliki uang menyimpan untuk menolong yang tak punya. Di situlah roh sinodalitas bekerja,” ujarnya.
Ia mengingatkan, ketika kebijakan publik gagal menyalurkan kesejahteraan ke rakyat kecil, korupsi dan birokrasi gemuk justru menjadi simbol dosa struktural bangsa. Negara, kata Kornelius, perlu belajar dari semangat sinodalitas Gereja — mendengar yang lemah, menolong yang tersisih, dan mengembalikan ekonomi kepada tujuan kemanusiaannya.
“Kebijakan publik tanpa keadilan sosial hanyalah proyek. Dan proyek tanpa nurani adalah jalan cepat menuju korupsi,” pungkasnya. (John)
Editor : Red

