![]() |
| Binsar Hadomuan Pasaribu (kiri), tangkapan layar video penangkapan paksa terhadap mahasiswa di Balairung Sari BP Batam (kanan). (Foto : dok/ist) |
Kritik Dibalas Penangkapan: Aktivis Ingatkan Kepala BP Batam Jangan Lupa Sejarah
SMSNEWS.id | Batam – Aksi penangkapan paksa dua mahasiswa Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) oleh Ditpam BP Batam saat forum konsultasi publik menuai kecaman keras. Aktivis mahasiswa, Binsar Hadomuan Pasaribu, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk nyata matinya demokrasi di tubuh institusi publik.
Binsar menegaskan, Jamaluddin dan Alwie Djaelani tidak sedang membuat onar, melainkan menyampaikan kritik konstruktif terhadap Revisi PP No. 46 Tahun 2007. Namun, respons aparat justru menyeret mereka keluar dengan paksa.
“Ruang partisipasi publik yang seharusnya jadi wadah demokrasi malah disulap menjadi arena represi. Ini bukan hanya mencoreng nama baik BP Batam, tapi juga menunjukkan wajah otoriter yang dibungkus jargon pembangunan,” tegasnya.
Menurutnya, revisi PP tersebut berpotensi memperlebar jurang konflik agraria, sebagaimana yang terjadi di Pulau Rempang-Galang. Ia menilai kebijakan itu hanya menguntungkan investor dengan mengorbankan masyarakat lokal.
Binsar, yang juga mantan Ketua GMKI Batam, mendesak agar BP Batam membuka ruang dialog yang setara, bukan memperlakukan mahasiswa seperti ancaman.
“Saya ingin mengingatkan Kepala BP Batam yang dulunya juga aktivis mahasiswa. Jangan sampai lupa pada akar perjuangan yang melahirkan suara-suara kritis. Represif bukan jalan keluar, justru itu jalan menuju otoritarianisme,” sindirnya.
Sebelumnya, dalam forum di Balairung Sari, Selasa (26/8/25), Jamaluddin sempat menuding revisi PP No. 46/2007 hanya memperlihatkan kerakusan BP Batam dalam memungut pajak dari investor lokal maupun asing, sementara rakyat kecil kembali menjadi korban.
Hingga berita ini diterbitkan, media ini terus berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak BP Batam. (*/Red)
Editor : John

