Tolak Revisi PP No. 46/2007, Dua Mahasiswa UNRIKA Diseret Paksa dari Forum Publik Tolak Revisi PP No. 46/2007, Dua Mahasiswa UNRIKA Diseret Paksa dari Forum Publik

Tolak Revisi PP No. 46/2007, Dua Mahasiswa UNRIKA Diseret Paksa dari Forum Publik

Tangkapan layar penangkapan Jamaluddin secara paksa di BP Batam. (Foto : dok/ist)

Penolakan Revisi PP No. 46/2007 di Forum Konsultasi BP Batam Berujung Aksi Represif

SMSNEWS.id | Batam – Forum konsultasi publik yang seharusnya menjadi ruang partisipasi warga, justru berubah menjadi panggung represif ketika dua mahasiswa Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA), Jamaluddin (Fakultas Hukum) dan Alwie Djaelani (FISIP), ditangkap paksa oleh aparat keamanan BP Batam, Selasa (26/8/25).

Dalam video berdurasi 11 detik yang diterima redaksi, Jamaluddin diperlakukan layaknya kriminal. Empat pria berbaju kemeja putih-celana hitam tampak memiting, menggotong, hingga menyeret kakinya saat mengeluarkannya dari ruangan. Perlakuan ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa suara kritis mahasiswa diperlakukan seperti ancaman terorisme?

Video lain berdurasi 36 detik memperlihatkan Jamaluddin digiring ke lift oleh dua pria berbaju putih bersama seorang berseragam Ditpam BP Batam. Ia tetap berteriak lantang, “Selamatkan Rempang-Galang, Rempang-Galang Diselamatkan!” meski tubuhnya tengah digotong.

Ironisnya, forum yang mengatasnamakan "konsultasi publik" justru menutup ruang dialog. Jamaluddin dan Alwie ditahan selama empat jam, hingga akhirnya dilepaskan setelah mahasiswa dari berbagai kampus di Batam mengepung gedung Direktorat Pengamanan BP Batam.

Kritik terhadap Revisi PP 46/2007

Kepada wartawan, Jamaluddin menegaskan bahwa revisi PP 46/2007 berpotensi melahirkan konflik agraria baru, sebagaimana tragedi di Rempang–Galang yang hingga kini tidak terselesaikan.

“PP No. 46 Tahun 2007 sudah memasukkan 8 wilayah termasuk Rempang–Galang. Nyatanya, konflik lama saja tak pernah diselesaikan. Bukannya menuntaskan, BP Batam malah ingin memperluas wilayah kerjanya lewat revisi ini. Itu artinya membuka pintu konflik baru,” tegas Jamaluddin.

Ia menuding revisi ini sarat kepentingan ekonomi semata: memperbesar basis pajak bagi investor lokal maupun asing dengan mengorbankan masyarakat tempatan.

“Urgensinya apa sampai PP ini harus direvisi? Mana naskah akademiknya? Mana daftar inventarisasi masalahnya? Kalau memang ada, tunjukkan ke publik, jangan hanya sembunyi di balik kata-kata konsultasi publik,” ujarnya.

Janji Kampung Tua yang Terlupakan

Jamaluddin juga menyinggung janji politik Wali Kota Batam Amsakar Achmad bersama Li Claudia soal sertifikasi Kampung Tua di Rempang. Janji itu dilontarkan kala mencari simpati rakyat, namun hingga kini tak kunjung terealisasi.

“Konflik lama saja tak selesai, janji lama pun tak ditepati. Lalu mengapa rakyat harus percaya dengan revisi yang dipaksakan ini?” kritiknya tajam.

Hingga berita ini diturunkan, pihak BP Batam belum memberikan penjelasan resmi terkait alasan penangkapan paksa terhadap dua mahasiswa yang sekadar menyuarakan kritik. Fakta bahwa ruang publik berubah menjadi ruang represi semakin menegaskan minimnya komitmen pemerintah terhadap demokrasi partisipatif. (*/Red)

Editor : John

Lebih baru Lebih lama